Friday, July 3, 2015

'Jurassic World'; Menyulap Ide Konyol Jadi Brilian




Waktu nonton ini di bioskop, ekspektasi di kepala sudah pada level paling bawah. Hampir nggak mungkin filmnya bakal bagus. Alasannya ada dua. Pertama, Jurassic Park itu sebetulnya sudah selesai sejak film pertama. Tuntas, beres, kelar. Nggak ada lagi yang perlu diceritain. Memangnya apalagi yang bisa dilakukan dinosaurus-dinosaurus ini? Kita udah lihat semuanya. T-Rex ngamuk. Raptor menerkam manusia-manusia figuran. Si dino yang itu makan daun, si dino yang ini minum air, si dino yang di sana… well…berdiri. What else?  

Itu sebabnya dua sekuel yang muncul kemudian nggak ada yang istimewa. The Lost World masih lumayan, tapi JP III benar-benar kacau balau. Ketika Alan Grant ketiduran di pesawat lalu kebangun gara-gara ada Raptor manggil-manggil namanya dia, kita yang nonton scene mimpi absurd ini pun bertanya-tanya, apakah penulis skrip aslinya udah mati dimakan raptor, dan apakah sekarang cerita dari film ini dilanjutkan oleh seekor reptil?

Alasan kedua adalah bocoran-bocoran yang muncul sebelum JW (Jurassic World) keluar bilang kalau film keempat ini akan menghadirkan dua ide yang sekilas terdengar tidak pintar, yaitu:
  1. Antagonisnya adalah spesies baru hasil rekayasa genetik, campuran dari berbagai macam dinosaurus and hewan-hewan lain.
  2. Raptors berkawan dengan manusia.

Kenapa dua ide ini nggak pintar? Premis membuat spesies baru hasil eksperimen lab dengan menggabung-gabungkan hewan lain itu kedengeran seperti skenario film-film kelas B murahan. Tahu Sharktopus? Atau film apa tuh yang piranha-piranha berkaki? Yah, nggak ada yang salah sih dengan film-film itu. Saya juga penonton setia dari film-film monster absurd macam itu. Cuma ciri khas dari film kelas B adalah dia harus ditonton setelah sebelumnya kau taruh dulu otakmu di kulkas. Karena nggak bakal ada cerita masuk akal di sini. Kita nonton cuma karena pengen lihat orang dimakan sama monster (sambil kita ngemil Chitato). Nah, pertanyaannya, mosok Jurassic World yang kisah muasalnya adalah fiksi sains brilian bakal turun kasta jadi film semacam itu? Apa kata Michael Crichton di alam kubur?

Ide membuat raptors jadi jinak juga bermasalah. Kekuatiran terbesarnya adalah kalau film ini bakal jadi semacem Free Willy, atau Air Bud. Orang-orang dulu suka sama JP gara-gara tertarik dengan sosok Raptors yang menakutkan, yang berburu berkelompok dan suka makan orang hidup-hidup dengan mengoyak perut terlebih dulu. Jadi akan menyedihkan kalau sekarang hewan-hewan ini muncul lagi and ternyata jadi semacam chihuahua.

Tapi hey, filmnya ternyata melebihi ekspektasi. It’s actually good! Jauh lebih baik daripada sekuel-sekuel sebelumnya. Jadi, mari kita lihat, apa ya yang membuat dia bisa keluar dari jebakan ide konyol dan menyulapnya jadi tontonan yang seru dan menarik? Paling tidak, menurutku, dua poin masalah yang udah disebutin sebelumnya bisa  mereka jawab dengan satu muara: do not take any shortcuts. Jangan ambil jalan pintas dalam bercerita, terutama jika idemu rada-rada bizzare. Jika ingin menghadirkan suatu plot yang ide besarnya saja sudah bikin orang lain menaikkan alis mata, kau harus telaten menguraikannya sampai ide itu terasa makes sense.

Indominus Rex adalah Konsekuensi Logis
Di sini sebenarnya ada jalan pintas yang bisa diambil untuk menjelaskan Indominus Rex. Kenapa kok bisa diciptain suatu makhluk baru separo T-Rex, lebih ganas dari T-Rex, lebih besar, bisa kamuflase dengan alam sekitar, cerdas, and kejam? Kenapa perlu ada?


Jalan pintas ini misalnya dengan menjelaskan kalau Indominus Rex lahir gara-gara taman mempekerjakan seorang ilmuwan nyentrik gila yang punya fantasi untuk nyiptain monster paling bangsat yang pernah ada. Apa alasannya? Ya, karena dia gila. Udah.

Tapi JW jeniusnya tidak mengambil jalan yang itu. Dia dengan sabar memilih jalur lain, lebih panjang, yang menceritakan alasan sebenarnya adalah ketakutan pengelola taman akan tingkat kunjungan yang terus menurun. Taman perlu atraksi yang lebih dahsyat, hewan yang lebih serem, lebih besar, lebih ganas. Maka, rekayasa genetik pun dikerjakan.

Lalu kemampuan-kemampuan Si I-Rex (hehe) ini pun semua dijelaskan bukan karena pembuatnya iseng, tapi lebih pada akibat-akibat tak direncanakan dari usaha menutupi kelemahan alamiah rekayasa genetik. Misalnya, kemampuan kamuflase tak pernah direncanakan. Tapi ternyata dia muncul gara-gara ada gen cumi-cumi yang dulu dimaksudkan buat mempercepat pertumbuhan. Interesting, eh? Jadi JW berhasil meyakinkan kalau I-Rex memang makes sense buat dilahirkan di taman. Dia ada karena suatu tujuan yang jelas, dan berubah jadi bencana karena alasan yang masuk akal.

How To Train Your Raptors?
Soal Raptors, JW juga punya pilihan untuk mengambil jalan pintas. Mungkin pengelola taman menemukan cara untuk menghilangkan elemen agresivitas, atau dengan memberi kode genetik tertentu sehingga mereka nggak doyan manusia, atau bisa juga dengan perkawinan-perkawinan silang hingga mencapai suatu spesies yang domesticated. Itu semua masuk akal. Manusia pernah mengubah serigala-serigala jadi anjing rumahan. Maka kita juga bisa-bisa aja mengubah Raptors jadi Pokemon.



Tapi JW sekali lagi nggak memilih jalan pintas. Dia malah mengadopsi apa yang terjadi di alam liar buat diterjemahin ke interaksi antara Owen Grady, si mantan marinir, dengan keempat raptors dalam pengawasannya. JW mengambil interaksi yang biasa terjadi di komunitas hewan predator berkelompok seperti serigala atau orca, untuk menggambarkan hubungan antara Owen dengan para Raptors. Owen hanya akan dihormati jika dia bisa menunjukkan kalau dia memang si alpha, atau pemimpin kelompok. Kalau sedikit saja Owen ragu atau kelihatan lemah, maka dia mati. Ini dinamika yang sangat menarik, dan benar-benar membuka kemungkinan-kemungkinan baru akan relasi manusia dengan dinosaurus yang bisa terus digali. Akhirnya memang nggak semudah itu menjaga hubungan dengan Raptors, karena watak alamiah mereka yang liar. Ini yang membuat ceritanya menarik.

Gali, gali dan gali
Pembuat cerita yang baik perlu sabar untuk menjabarkan apa-apa aja yang mau dia ceritakan. Kadang-kadang sebuah cerita berawal dari ide yang keren tapi hasil akhirnya buruk gara-gara gagal diuraikan. Kegagalan itu biasanya terjadi gara-gara penulisnya tergesa-gesa dalam membuat penjelasan dan akhirnya memilih jalan pintas. 


Kesabaran dalam menggali lebih dalam lagi bisa membuat ide yang biasa aja menjadi istimewa. Bahkan di kasus JW ini kita bisa lihat gimana ide yang konyol ternyata bisa jadi bagus.

Jadi, terus gali, kawan.
tsugaeda

No comments:

Post a Comment