Sunday, September 20, 2015

Review Novel "Tiga Sandera Terakhir"



Kaver Novel Tiga Sandera Terakhir 

Wawancara dengan penulisnya bisa di simak di sini.

Jadi, sebenarnya di Indonesia banyak banget bahan buat dijadikan cerita thriller. Kalau kita baca koran sebentar aja, kita udah bisa nemuin banyak kabar yang menyulut premis-premis keren.
Salah satunya tentang operasi-operasi militer TNI.

Sebelum ini saya, sih, sering baca biografi para mantan prajurit di medan perang. Kebanyakan memang keren-keren (contoh: bukunya Sintong Panjaitan). Tapi, saya tuh belum pernah menemukan penulis Indonesia yang mengangkatnya ke dalam fiksi murni, alias novel, dan mengemasnya jadi thriller yang nagih.

Sampai kemudian saya nemu novel “Tiga Sandera Terakhir” (TST) karya Brahmanto Anindito. Saya sebelumnya ndak kenal sama beliau (bukan karena belio yang gak terkenal, tapi lebih ke saya yang kurang pergaulan, he.he). Tapi, setelah selidik punya selidik, ternyata Mas Brahm ini bukan pertama kalinya bikin novel. Ada tiga novel lain yang terbit sebelum ini, tapi baru di novel TST ini belio membawakan tema militer. 

Sinopsisnya begini: 

Penyanderaan brutal terjadi di sebuah desa di Papua. Korbannya lima orang—warga negara Indonesia, Australia, dan Perancis. Semua telunjuk segera mengarah ke OPM, Organisasi Papua Merdeka. Namun, OPM sendiri menyangkalnya. Mereka menegaskan bahwa pihaknya sudah lama tidak menggunakan cara-cara ekstrem seperti itu, demi perjuangan kemerdekaan Papua Barat.

Lantas, siapa dalang penyanderaan itu? TNI enggan berteka-teki terlalu lama. Satuan Antiteror Kopassus di bawah pimpinan Kolonel Larung Nusa segera diturunkan ke Bumi Cenderawasih. Tapi, malang tak bisa ditolak. Korban malah berjatuhan, baik di pihak sandera maupun anggota Kopassus. Salah seorang anggota bahkan dinyatakan hilang secara misterius di belantara Papua.

Kolonel Nusa mulai menyadari bahwa lawannya ini bukan sekadar milisi OPM. Melainkan pasukan khusus seperti dirinya.


Seru ya?
Tapi terus terang, sebelum membaca, saya rada skeptis. Yakin nih bikin novel militer? Ntar katro? Saya rada trauma soalnya gegara pernah nonton film Indonesia yang ngambil tema militer (perjuangan kemerdekaan gitu sih), yang menurut saya super katro, tapi sampe dibikin tiga seri. Aneh ya? KZL dah!

Tapi...
Komentar setelah baca….
Wih, ternyata TST bagus, lho!  Rapi, seru, efisien. Kelihatan Mas Brahm nggak main-main ketika merancang bangun ceritanya dan melakukan riset (data-data kemiliteran, lokasi, cukup mendetil). Saya juga salut dengan gaya Mas Brahm yang efisien dalam berkata-kata (yang mana itu bagus dalam thriller). 

Saya juga kepincut dengan sisipan-sisipan humor dalam novel serius ini. Menurutku, momennya pas. Misalnya ketika salah satu prajurit kopassus ditawan musuh, lalu diikat dan dibawa naik perahu di Sungai Mamberamo. Si prajurit yang kayaknya udah pasti bakal mampus ini malah ngelawak, nanya ini tempatnya masih jauh nggak, soalnya dia bentar lagi mau ada les gitar. 

Atau perdebatan antara prajurit-prajurit tentang siapa tim sepak bola paling oke di negara ini. Atau gimana mereka ngasih nama kode buat masing-masing untuk penyerbuan terakhir. Lawakannya pintar dan jitu, bisa menyatu dengan suasana thriller yang udah dibangun penulis sedari awal. 

Poin oke lainnya adalah gimana penulisnya menceritakan adegan-adegan aksi, mulai dari baku tembak dan baku hantam, yang cukup variatif dan tidak membosankan. Tapi, di kesempatan lain penulis juga kasih kita adegan khas thriller, yaitu ketika Tim Hantu yang sudah membawa persenjataan lengkap menuju operasi super rahasia, kena razia polisi. Di mana sebenarnya awalnya tidak terjadi perkelahian, tapi bayangan kalau sebentar lagi akan ada kekacauan membuat pembacanya deg-degan berharap jagoan-jagoan ini bisa lolos.  Saya jadi ingat adegan di bar bawah tanah film Inglorious Basterds deh. Sport jantung tuh. 

Lalu kritiknya apa..?
Ada, dong, yaitu: Kurang panjang! Hehe, tapi ini beneran deh. Saya, sebagai tukang ngomel nomer satu untuk urusan fiksi thriller (tentu ini klaim sepihak), ngerasa gatel pengen minta penulisnya mendalami lebih jauh soal tokoh-tokoh utama novel ini. Kasih drama dikit boleh laaah. Menurutku, jika ada bab-bab tambahan untuk explore itu hubungan antara Kolonel Nusa dengan anaknya, atau ceritakanlah lebih dalam lagi tentang masa lalu-masa lalu anak-anak buahnya yang sial itu. 

Saya sih pengen lebih mengenal mereka bukan hanya sebagai prajurit di medan tempur. Dan sebenarnya Mas Brahm sudah nggoda-nggoda dikit dengan kasih latar belakang-latar belakang mereka yang menurut saya sangat menarik (salah satu jagoannya itu ceritanya dipecat TNI karena kasus narkoba lalu luntang-lantung main judi dan mabok-mabokan, ini oke banget buat di-explore). Sayangnya kisahnya berhenti sampai di situ.

Oke misi mereka sukses. Jagoan-jagoan kita ini menang, lalu mereka pulang. Tapi saya juga pengen tahu gimana cerita tentang mereka-mereka ini sebagai manusia. Ada yang berubah nggak ya dari hidup mereka? Apa pengalaman di Papua ini mengubah jati diri/nasib mereka? Tentu peristiwa sedahsyat penyerbuan itu (hampir merenggut nyawa mereka semua) bikin masing-masing dari mereka merefleksikan diri dan ada pengaruhnya dong. Itu ngaruhnya gimana? Kepo euy. 

TERUTAMA TENTANG NONA PAPUA CAKEP BADASS ITU SIAPA DIA DAN KE MANE DIA NGILANGNYA YEEEE????

Tolong beri kami kejelasan, Mas!  
*nagih sekuel.
tsugaeda

No comments:

Post a Comment