Wednesday, July 1, 2015

Interview with Windry Ramadhina


Author of Metropolis: Sindikat 12
Windry Ramadhina. Sumber: Goodreads

Windry Ramadhina menulis novel Metropolis, sebuah novel yang bercerita tentang sindikat pengedar narkoba di Jakarta yang bernama Sindikat 12. Kalau kau suka cerita tentang pertarungan polisi melawan sindikat narkoba, boleh coba baca novel ini.

Berikut ini wawancara FTROHX dengan Windry (WN):


1. Sejak kapan anda mulai suka menulis cerita?

WN : Aku senang bercerita sejak kecil, TK mungkin. Awalnya secara lisan, seperti berdongeng. Lalu, saat SD aku bercerita lewat komik sampai SMU. Saat kuliah senang menulis naskah untuk komik. Mulai menulis fiksi dalam bentuk cerpen/ novel sejak pertengahan 2007 lewat kemudian.com.


2. Beberapa penulis yang saya kenal jebolan Kemudian.com memilih membuat novel bergenre fantasi, kenapa Mba bisa menjadi penulis crime thriller?

WN : Pada masa aku aktif di kemudian.com (2007-2009), fiksi fantasi belum menjamur seperti sekarang, malah belum ada setahuku. Kebanyakan penulis kemudian.com saat itu mengarah ke sastra dan mainstream romance atau di pertengahan itu. Banyak karyakarya eksperimental yang terinspirasi dari tulisantulisan Dee, Ayu Utami, Djenar, Nukila. Aku mengawali dari mainstream romance, mencicip sastra, dan mencoba thriller.


3. Kebanyakan para penulis membuat sebuah novel karena kegelisahan yang dia rasakan, btw Apa yang membuat Mba menulis novel Metropolis?

WN : Dari kecil aku suka membaca dan menonton kisah thriller, detektif, dan hukum. Jadi, pada dasarnya aku tertarik pada tema itu. Sebelumnya aku tidak tahu apa-apa tentang narkoba, gangster, dan penyidikan. Tapi karena tertarik, aku rela riset. Sekalian, aku mau mencoba kemampuanku menulis sesuatu yang beda dari novel sebelumnya/ cerpen yang pernah kutulis. Seingatku sih, aku nggak gelisah mengenai isu konflik dalam Metropolis kecuali pertanyaan" semacam mengapa penjahat dalam kisahkisah yang kubaca/kutonton selalu tidak simpatik?


4. Kenapa judulnya Metropolis kenapa enggak Sindikat 12 atau yang lainnya?

WN : Judul Metropolis kuambil dari salah satu lagu Laruku. Buatku kata itu menggambarkan karakter ceritanya.


5. Penulis biasanya menggunakan pattern dari novel sebelumnya untuk menciptakan novelnya, tapi di Indonesia bisa dibilang (di Era ini) hampir enggak ada penulis novel crime thriller? btw Buku apa yang menginpirasikan anda dalam membuat Metropolis?

WN : Aku lebih suka menonton daripada membaca. Aku banyak membaca, tapi aku lebih banyak lagi menonton. Selama ini aku lebih sering menulis sambil membayangkan kisah itu secara visual daripada sebatas narasi. Kalau ditanya buku apa yang menginspirasi Metropolis, nggak ada. Kalau ditanya film apa, jawabannya Infernal Affairs yang dimainkan Tony Leung (di US diadaptasi menjadi The Departed, dimainkan DiCaprio).


6. Novel metropolis lumayan berat untuk bacaan anak muda, kasih tips donk Mba gimana caranya bikin permainan logika dan plot twist / sebagai contoh misalnya dalam Metropolis?

WN : Untuk menjaga logika dalam kisah, penulis harus sangat sensitif terhadap hubungan sebab-akibat. Segala hal harus masuk di akal dan penulis tidak boleh ambil jalan pintas hanya karena tidak sabar menciptakan rantai sebab-akibat itu. Sementara, untuk plot twist, pastikan kita punya banyak simpanan kejutan dan pastikan juga kita tahu kapan kejutan itu dimunculkan. Apakah sebagian dan diawali petunjuk" kecil atau langsung menggebrak.


7. Berapa lama anda membuat novel Metropolis? Dan kendala apa yang paling banyak anda hadapi saat menciptakannya?

WN : Kalau nggak salah, aku menulis Metropolis selama 9 bulan (di luar riset dan plotting awal). 3 bulan pertama, aku menulis cepat. 3 bulan berikutnya, aku merombak/ menulis ulang. 2 bulan berikutnya lagi aku mengedit. 1 bulan terakhir aku mengedit lagi. Kendala paling besar adalah plotting. Karena konfliknya berlapis, tidak linear, dan tokohnya banyak. Jadi, aku mengubah plot berkali-kali sampai menurutku pas.


8. Bram, Blur, Joham, Burhan, Saada, dsb. novel ini bisa dibilang di dominasi oleh karakter laki-laki atau lebih tepatnya novel Metropolis ini LAKI banget menurut saya, gimana caranya Mba kok bisa mendalami karakter-karakter LAKI seperti itu? Apa memang sudah insting anda atau alter Ego?

WN : Biasanya, saat menulis, aku akan berlagak menjadi tokoh itu. Maksudku, aku menjadi dia, berpikir seperti dia, berlaku, bicara dgn gaya dia, dll. Itu aku pelajari dari seni peran. Aku sempat belajar teater, untunglah. Saat kita menjelma tokoh itu, segala hal yg kita tulis: plot, pembuatan karakter, pemilihan kata, bentukbentuk kalimat, semua akan menyesuaikan secara sendirinya. Selain itu, aku membiasakan mengkonsumsi bacaan dan tontonan lakilaki atau yg bernuansa seperti Metropolis. Waktu itu aku banyak belajar dari film" coppola, novel dan film Black Dahlia, departed, infernal affairs, dan semacamnya.


9. Di Indonesia banyak penulis novel, tapi enggak semua penulis novel kuliah di Universitas Indonesia kan? apalagi jurusan Arsitektur? pertanyaan saya seberapa besarnya background pendidikan seorang 'penulis' mempengaruhi kualitas novel yang dia buat? menurut anda gimana?

WN : Pendidikan pasti berpengaruh. Lebih tepatnya, sih pengetahuan karena itu memengaruhi cara seseorang berpikir. Misalnya, aku belajar arsitektur yang fokus pada--salah satunya--struktur. Itu membuat aku secara tidak sadar membuat plot yang terstruktur pula. Menurutku, bukan tinggi-rendahnya pendidikan kita yang berpengaruh. Tapi, karakter pendidikan. Dan, itu tidak mengarah pada baik-tidak, bagus-buruk, melainkan mengarah pada karakter tulisan kita. Mengenai kualitas, secara spesifik, yang berpengaruh adalah pengetahuan kita tentang tulis-menulis dan sebanyak apa kita membaca.


10. Pertanyaan terakhir, sesuatu yang sering menghantui saya; menurut Mba Windry Apakah seorang penulis dengan (background pendidikan) yang biasa-biasa aja bisa menciptakan karya best seller?

WN : Tentang bestseller, nggak ada aturan pasti. Market susah ditebak. Apa yang kita pikir nggak akan laku bisa malah sebaliknya. Kurasa nggak ada hubungannya dengan pendidikan. Konon, kalau mau menulis buku laris, harus banyakbanyak baca buku laris. Aku sendiri prefer menulis apa yang perlu kutulis, bukan apa yang berpotensi laris.

Terima kasih, Mba Windry sudah memberi waktu untuk wawancara ini.

Selain menulis thriller, Windry banyak menulis novel roman, seperti Montase, Memori, dan London. Untuk berkenalan lebih dekat, bisa berkunjung ke website pribadi Windry di : http://www.windryramadhina.com

ftrohx

twitter saya ; @ftrahx

No comments:

Post a Comment